My Favorite

  • Cerpen
  • Iseng-iseng
  • Makalah

Minggu, 22 Mei 2011

All About Juna Rorimpandey

DENGAN wajah tampannya, ia lebih cocok menjadi vokalis band  atau model. Tak sedikit orang yang bertanya-tanya atau bahkan meremehkan ketika cowok berpostur tubuh tinggi, bertato, dan berkulit terang ini sibuk berteriak, berkomentar pedas, bahkan menghardik kontestan.

“Sumpah jutek banget.” “Terlalu dibuat-buat dan berlebihan.” “Sok cool dan galak.” Begitu komentar sebagian yang tak suka. Namun banyak juga yang memuji ketajaman, analisis rasa, dan tentunya tampangnya.
Ya, Juna Rorimpandey (35) layak jadi tokoh televisi pekan-pekan terakhir. Tampangnya boleh mengecoh. Ia punya keunggulan ragawi,  dengan posisi sentral di ajang berlisensi internasional pula.
Tapi jangan melihat luarnya saja, telaah lebih dalam dan kenali sosoknya. Niscaya kita akan tahu, laki-laki yang tinggal di Amerika hampir 14 tahun itu tidak asal bunyi. Ia sosok mumpuni untuk bergelar chef master dan untuk menduduki tampuk penting di sebuah acara yang sudah membetot pecinta masak-memasak ini. 
“Saya sudah bekerja selama belasan tahun sebagai chef di Amerika dan 4-5 tahun terakhir bekerja sebagai chef untuk berbagai restoran di Amerika,” kata Juna menjawab pancingan Bintang. Juna baru sekitar 2 tahun ini berada di Indonesia dan terakhir menjadi chef di restoran Jack Rabbit.
“Saya tidak melamar, tapi ditawari. Bahkan saya dijemput dari Amerika,” terang Juna.
Terdengar tinggi hati? Sama sekali tidak, Juna hanya menjawab apa yang kami tanyakan dengan apa adanya dan ceplas-ceplos.
“Saya memang keras. Kalau memang saatnya ngomongin pekerjaan, saya keras. Dan saya pun dilatih jauh lebih keras, bisa 20 kali lipat. Tapi yang saya mau bilang,  apa yang kalian lihat di TV, kata-kata itu memang keras lahir dari saya, bukan rekayasa atau sebagainya. Tapi ini adalah acara TV, di situ ada editing, ada cut, dan pilihan-pilihan.  Jadi yang  lebih dikeluarkan kata-kata yang lebih nendang,” kata Juna, seakan menjawab  reaksi dan pertanyaan orang yang ditujukan kepadanya.
“Masalah rekayasa, apakah saya dibentuk jadi penjahatnya, sama sekali enggak. Tapi itu risikonya, apakah masyarakat Indonesia tidak suka atau apa. Kalau mereka tahu dunia restoran yang professional, memang sangat keras,” lanjut Juna.
Juna chef produk “kecelakaan”. Berdasarkan wawancaranya di cnngo.com awal tahun ini, Juna mengungkapkan pernah jadi bad boy saat usia belasan, ngebut-ngebutan, merokok, nge-drugs, tawuran, sampai tertangkap polisi.
“Di situ bisa dibaca sekelam-kelamnya kehidupan saya,” kata Juna tanpa ragu. 
Tapi toh Juna berkontemplasi dan akhirnya berubah jadi sosok lebih bertanggung jawab. Sama dengan kebanyakan tokoh yang sukses di suatu bidang, Juna menekuni profesi kesayangannya ini dengan sebuah alasan kuat.
“Waktu itu saya sekolah penerbang, sekolah pilot. Ketika tahun 1998 terjadi krisis ekonomi, saya tak bisa meneruskan. Bahkan untuk biaya hidup saja tidak ada. Saya pun harus bekerja, karena kalau tidak, saya tidak bisa makan” kenang Juna.
Dari seorang pelayan, dasar punya kemauan tinggi, Juna memberanikan diri bertanya dan meminta arahan seorang chef ditempatnya bekerja.
“Setiap dia mengajar, saya datang dan melihat. Sekali dikasih tahu, dikasih contoh, setelahnya saya tidak perlu diawasi lagi,” beri tahu Juna.
Di usia 22 tahun, Juna memutuskan jadi chef.
“Saya belajar, bekerja keras. Dari posisi bawah, naik ke posisi menengah, naik ke posisi puncak. Begitu sudah puncak, saya pindah ke restoran yang lebih besar,” cerita Juna. Juna sangat serius bekerja dan akhirnya mulai menemukan mimpinya.
Dunia televisi baru untuk Juna, tapi bukan sesuatu yang asing.
“Bukannya sombong. Sejak saya liburan di Indonesia tahun 2009,  saya sudah banyak ditawari untuk mengisi program televisi, tapi saya tidak pernah ingin jadi selebriti. Difoto saja saya merasa janggal.”
Lalu kenapa akhirnya menerima tawaran ini?
“Kalau akhirnya saya iyakan, saya lihat ini adalah dunia saya, memasak. Acara ini acara paling bergengsi dalam industri yang saya geluti. Saya merasa terhormat dong. Audisi? Jujur saja, saya ditawari, sangat ditawari. Kalau perlu saya jujur lagi, saya disogok untuk tampil di sini, haha. Tapi intinya saya bukannya besar kepala, tapi saya merasa terhormat karena banyak chef Indonesia yang sudah lebih terkenal, tapi penyelenggara menawarkannya kepada saya. Mungkin mereka sempat interview dan melihat profil saya yang keras dan sangat disiplin,” jelas Juna.
Bukan Cuma itu alasan Juna. 
“Alasan kedua, ini industri saya. Saya banting tulang, bekerja keras selama belasan tahun. Saya tidak mau seseorang dengan muka cantik atau berwajah tampan tapi tidak punya backgound apa-apa di industri judge, menilai industri saya, saya anti sekali. Saya sempat bilang kepada RCTI dan Fremantle, kalau mereka memanggil selebriti sebagai salah satu jurinya, saya keluar, saya tidak mau ini dicampuradukkan,” celoteh Juna mantap.
Ya, kami bisa merasakan  idealisme dan percaya diri yang tinggi pada sosok tampan ini. Tapi Juna punya banyak alasan untuk melakukannya. Selain berpengalaman, Juna juga sosok yang kompetitif. Juna pernah menjadi kontestan sejenis di Amerika. Dia pernah lolos hingga 3 babak audisi acara Hell’s Kitchen.
“Sayang mereka melakukan cek latar belakang. Kebetulan saya pernah bersinggungan dengan hukum dan polisi, jadi tidak lolos,” terang Juna.
Sebelum kembali ke Indonesia, Juna, bekerja untuk dua restoran. Dia  bekerja 80-90 jam seminggu.
“Jarang menghadiri perkawinan saudara atau teman, jarang liburan. Lewat acara ini saya juga ingin menjelaskan kepada anak muda yang bermimpi untuk jadi chef terkenal. Profesi ini tidak seglamor yang terlihat orang. Perlu kerja keras dan kemauan keras,” imbuh Juna.
Tidak ingin disebut sebagai celebrity chef karena merambah televisi, Juna pun mengaku  tidak siap jadi idola.
“Aduh, dunia saya bukan dunia infotainment,” kilahnya.
Lho, bukannya sudah banyak juga yang tahu Juna kekasih model dan presenter Aline Adita?
“Ya, saya enggak mau mencampuradukkan itu. Dunia saya adalah memasak,” katanya mengelak.
Tapi Juna berharap, dari acara televisi yang dibidaninya ini, lahir banyak bakat baru di dunia kuliner.
“Sekaligus jadi pelajaran bagi anak muda yang punya mimpi jadi chef. Kalau kalian ingin maju harus bekerja keras, kerja sebaik mungkin, kerja sepenuh hati. Begitu kamu berbuat sesuatu, kelak akan ada orang yang memperhatikan. Mimpi apa pun bisa terwujud dengan kerja keras,” pungkas Juna. 

1 komentar: